Oleh: Muhammad Rahmat Kurnia
Dalam beberapa kesempatan, saya ditanya mengapa dalam melakukan
perubahan besar kok kelihatannya hanya ‘ngomong’ doang. Mereka
menyindirnya dengan menyebut ‘omdo’. Saya sampaikan kepada mereka,
bicara atau ngomong itu harus dilihat realitasnya. Bila seorang tukang
bangunan pekerjaannya ngomong terus maka dijamin pekerjaannya tidak akan
selesai. Betapa tidak, pekerjaan dia menuntut pekerjaan fisik, bukan
omongan. Berbeda dengan guru atau ustadz, misalnya. Bayangkan apa yang
terjadi apabila sang guru atau ustadz tersebut tidak banyak bicara?
Murid tidak mengerti, masyarakat tidak paham akan hukum syariat Islam,
kemungkaran merajalela, kezhaliman terus berlangsung, dan penguasa fajir
pun tenang dalam melakukan kemaksiatannya.
Tidak mengherankan,
Rasulullah SAW menyatakan ‘Katakan kebaikan itu sekalipun pahit’.
Begitu juga, Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi: ‘Penghulu syuhada itu
adalah Hamzah dan orang yang tegak berdiri di hadapan penguasa, ia
menasihatinya lalu penguasa itu pun membunuhnya.’ Beliau memerintahkan
kita untuk terus bicara selama apa yang disampaikan tersebut benar,
‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka bicaralah baik
atau diam’ (HR. Bukhari). Bahkan, Adh-Dhahak mengatakan, ‘As-sâkitu
‘an al-haq syaithan akhras, orang yang diam dari mengatakan kebenaran
adalah setan yang bisu’.
Sekedar contoh, Kontes Miss World akan
disenggarakan di Indonesia, mulai 8 sampai dengan 28 September 2013.
Tempatnya di Bali, Jakarta, dan Sentul Bogor. Persiapan sudah matang.
Ketika itu tidak ada suara penentangan. Tidak ada yang bicara
melawannya. Situasi berubah ketika para tokoh umat mulai bicara.
Hizbut Tahrir Indonesia bersama dengan tokoh-tokoh dari berbagai
organisasi Islam mengadakan temu tokoh sekaligus konferensi pers dua
kali. Seruannya tegas: “Hentikan Kontes Miss World!” Mantan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mashadi, mengatakan: ‘Kontes Miss World
ini hanyalah merupakan sebagian dari upaya menghancurkan umat Islam. Di
belakangnya ada Cina perantauan yang berupaya untuk menguasai
Indonesia, bukan sekedar politik melainkan juga budaya. Ini bukan
sekedar masalah bikini.’ Sabili Raun dari al-Ittihadiyah mengungkapkan
dengan geram, ‘Kontes kecantikan ini merupakan penghinaan terhadap
perempuan. Ini merupakan upaya menciptakan manusia yang tidak beradab.
Karenanya, wajib ditolak!’ Bahkan dengan nada keras, Eggi Sudjana
menuding ajang Miss World ini berlangsung karena Presiden SBY diam.
Presiden SIRI (Suara Indenden Rakyat Indonesia) ini menegaskan, ‘Secara
hukum Miss World ini melanggar hukum. Dan yang harus bertanggung jawab
adalah SBY. Dulu saja ketika jaman Orde Baru, Presiden Soeharto menolak
dengan alasan tidak sesuai dengan budaya Indonesia.’ Kaidah
‘al-muslimu mir`atu al-muslim’ (muslim adalah cermin bagi muslim yang
lain) berlaku. Saat penentangan mulai muncul, berbagai kalangan dari
umat Islam ini pun bereaksi dengan keras. Berbagai demonstrasi
dilakukan. Istana Presiden, Menkokesra, dan kantor MNC Group sebagai
pelaksana kontes ini menjadi sasarannya. Di berbagai daerah, kantor
gubernur dan DPRD pun didatangi massa. Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan berbagai organisasi lain,
termasuk organisasi perempuan bersuara lantang. Statemen penolakan dan
berbagai aksi penentangan muncul di mana-mana. Bukan hanya di Jakarta
sebagai pusat pemerintahan melainkan juga di daerah. Aceh, Medan,
Pekanbaru, Padang, Bandung, Semarang, Yogja, Surabaya, Kendari, Menado,
Makassar, Ternate, hingga Papua. Bahkan, di Bali sendiri penentangan
itu terdengar.
Hasilnya memang acara tersebut tidak batal.
Namun, ada beberapa hal yang terjadi. Pertama, acara tersebut
difokuskan di Bali. Acara di Jakarta batal. Puncak acara di Sentul
Bogor dibatalkan. Hal ini diumumkan langsung oleh Menkokesra Agung
Laksono. Sekalipun demikian, penentangan terus terjadi. Persoalannya
bukan Bali, melainkan kontes itu harus batal di mana pun dilaksanakan.
Kedua, masyarakat menjadi mengerti apa sebenarnya hakikat dari Miss
World tersebut. Ternyata kontes perempuan ini merupakan perbuatan haram
di samping penjajahan budaya. Ketua DPP HTI, Rohmat S. Labib
menegaskan: ‘Kontes Miss World ini merupakan penjajahan budaya. Secara
ekonomi, kita dijajah. Secara politik, kita dijajah. Dan, secara
budaya terus dijajah, termasuk dengan Miss World ini. Kalau ingin
meningkatkan devisa tidak perlu ajang eksploitasi perempuan dengan dalih
pariwisata. Ambil saja Freeport dan Newmont, kita akan memiliki uang
yang banyak untuk rakyat. Tidak perlu kontes Miss World’. Dengan
bicara, masyarakat juga menjadi mengerti bahwa kontes perempuan
merapuhkan identitas Indonesia. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj
menulis dalam sebuah koran nasional bahwa konters ini tidak sesuai
dengan identitas bangsa. Masyarakat pun menjadi tahu bahwa kontes yang
dibalut dengan acara lomba bakiyak itu merupakan bisnis kotor. ‘Itu
hanya upaya kotor para pebisnis agar dagangannya bisa laku, bisa laris.
Maka dipakailah perempuan-perempuan cantik. Bahkan mereka juga suka
memperdagangkan perempuan’, ujar Ketua Dewan Pakar PP Aisyiyah Nurdiati
Akma. Bukan hanya itu, masyarakat menjadi paham bahwa hakikatnya ajang
Miss World ini bertentangan dengan HAM. Komisioner Komnas HAM, Manager
Nasution menegaskan: ‘Kontes Miss World bertentangan dengan HAM’. Hal
senada disampaikan Mantan Komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming.
Beliau menyatakan, ‘Yang namanya HAM harus meningkatkan derajat
manusia. Tapi ini, justru menghinakan harkat dan martabat perempuan.
Karenanya, ajang Miss World wajib dilarang.’ Dengan bicara, masyarakat
yang sebelumnya tidak mengerti menjadi tahu bahwa pelaksanaan Miss
World merupakan pelecehan terhadap para ulama. ‘Miss World jalan terus
di tengah penentangan para ulama merupakan pelecehan terhadap para
ulama,’ tegas Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi.
Selain itu,
dengan bicara, rakyat tercerahkan bahwa acara ini merupakan contoh buruk
bagi negeri Muslim lainnya. Dari 129 peserta, yang berasal dari negeri
Muslim hanya 7 saja. Ketika Indonesia yang merupakan negeri Muslim
terbesar ini menyelenggarakan Miss World maka akan menjadi dalih bagi
negeri Muslim lain untuk mengikutinya. Padahal, Miss World Organization
pemiliknya orang kafir. Penyelenggara di Indonesia pun orang kafir.
Bahkan, peserta dari Indonesia pun nonMuslim. Namun, suara yang
menggema di dunia atas nama negeri Muslim terbesar, Indonesia.
Jelaslah, dengan bicara, masyarakat menjadi paham. Dengan bicara, opini
tentang Islam menjadi terbentuk. Dengan bicara, kemungkaran dilawan.
Dengan bicara, kebenaran dapat diungkapkan. Dengan bicara, rakyat
terdorong untuk menentang kemaksiatan. Jadi, bicaralah![] hti press/
syindo
Oleh: Muhammad Rahmat Kurnia
Dalam beberapa kesempatan, saya ditanya mengapa dalam melakukan
perubahan besar kok kelihatannya hanya ‘ngomong’ doang. Mereka
menyindirnya dengan menyebut ‘omdo’. Saya sampaikan kepada mereka,
bicara atau ngomong itu harus dilihat realitasnya. Bila seorang tukang
bangunan pekerjaannya ngomong terus maka dijamin pekerjaannya tidak akan
selesai. Betapa tidak, pekerjaan dia menuntut pekerjaan fisik, bukan
omongan. Berbeda dengan guru atau ustadz, misalnya. Bayangkan apa yang
terjadi apabila sang guru atau ustadz tersebut tidak banyak bicara?
Murid tidak mengerti, masyarakat tidak paham akan hukum syariat Islam,
kemungkaran merajalela, kezhaliman terus berlangsung, dan penguasa fajir
pun tenang dalam melakukan kemaksiatannya.
Tidak mengherankan,
Rasulullah SAW menyatakan ‘Katakan kebaikan itu sekalipun pahit’.
Begitu juga, Imam Bukhari meriwayatkan sabda Nabi: ‘Penghulu syuhada itu
adalah Hamzah dan orang yang tegak berdiri di hadapan penguasa, ia
menasihatinya lalu penguasa itu pun membunuhnya.’ Beliau memerintahkan
kita untuk terus bicara selama apa yang disampaikan tersebut benar,
‘Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka bicaralah baik
atau diam’ (HR. Bukhari). Bahkan, Adh-Dhahak mengatakan, ‘As-sâkitu
‘an al-haq syaithan akhras, orang yang diam dari mengatakan kebenaran
adalah setan yang bisu’.
Sekedar contoh, Kontes Miss World akan
disenggarakan di Indonesia, mulai 8 sampai dengan 28 September 2013.
Tempatnya di Bali, Jakarta, dan Sentul Bogor. Persiapan sudah matang.
Ketika itu tidak ada suara penentangan. Tidak ada yang bicara
melawannya. Situasi berubah ketika para tokoh umat mulai bicara.
Hizbut Tahrir Indonesia bersama dengan tokoh-tokoh dari berbagai
organisasi Islam mengadakan temu tokoh sekaligus konferensi pers dua
kali. Seruannya tegas: “Hentikan Kontes Miss World!” Mantan anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mashadi, mengatakan: ‘Kontes Miss World
ini hanyalah merupakan sebagian dari upaya menghancurkan umat Islam. Di
belakangnya ada Cina perantauan yang berupaya untuk menguasai
Indonesia, bukan sekedar politik melainkan juga budaya. Ini bukan
sekedar masalah bikini.’ Sabili Raun dari al-Ittihadiyah mengungkapkan
dengan geram, ‘Kontes kecantikan ini merupakan penghinaan terhadap
perempuan. Ini merupakan upaya menciptakan manusia yang tidak beradab.
Karenanya, wajib ditolak!’ Bahkan dengan nada keras, Eggi Sudjana
menuding ajang Miss World ini berlangsung karena Presiden SBY diam.
Presiden SIRI (Suara Indenden Rakyat Indonesia) ini menegaskan, ‘Secara
hukum Miss World ini melanggar hukum. Dan yang harus bertanggung jawab
adalah SBY. Dulu saja ketika jaman Orde Baru, Presiden Soeharto menolak
dengan alasan tidak sesuai dengan budaya Indonesia.’ Kaidah
‘al-muslimu mir`atu al-muslim’ (muslim adalah cermin bagi muslim yang
lain) berlaku. Saat penentangan mulai muncul, berbagai kalangan dari
umat Islam ini pun bereaksi dengan keras. Berbagai demonstrasi
dilakukan. Istana Presiden, Menkokesra, dan kantor MNC Group sebagai
pelaksana kontes ini menjadi sasarannya. Di berbagai daerah, kantor
gubernur dan DPRD pun didatangi massa. Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan berbagai organisasi lain,
termasuk organisasi perempuan bersuara lantang. Statemen penolakan dan
berbagai aksi penentangan muncul di mana-mana. Bukan hanya di Jakarta
sebagai pusat pemerintahan melainkan juga di daerah. Aceh, Medan,
Pekanbaru, Padang, Bandung, Semarang, Yogja, Surabaya, Kendari, Menado,
Makassar, Ternate, hingga Papua. Bahkan, di Bali sendiri penentangan
itu terdengar.
Hasilnya memang acara tersebut tidak batal.
Namun, ada beberapa hal yang terjadi. Pertama, acara tersebut
difokuskan di Bali. Acara di Jakarta batal. Puncak acara di Sentul
Bogor dibatalkan. Hal ini diumumkan langsung oleh Menkokesra Agung
Laksono. Sekalipun demikian, penentangan terus terjadi. Persoalannya
bukan Bali, melainkan kontes itu harus batal di mana pun dilaksanakan.
Kedua, masyarakat menjadi mengerti apa sebenarnya hakikat dari Miss
World tersebut. Ternyata kontes perempuan ini merupakan perbuatan haram
di samping penjajahan budaya. Ketua DPP HTI, Rohmat S. Labib
menegaskan: ‘Kontes Miss World ini merupakan penjajahan budaya. Secara
ekonomi, kita dijajah. Secara politik, kita dijajah. Dan, secara
budaya terus dijajah, termasuk dengan Miss World ini. Kalau ingin
meningkatkan devisa tidak perlu ajang eksploitasi perempuan dengan dalih
pariwisata. Ambil saja Freeport dan Newmont, kita akan memiliki uang
yang banyak untuk rakyat. Tidak perlu kontes Miss World’. Dengan
bicara, masyarakat juga menjadi mengerti bahwa kontes perempuan
merapuhkan identitas Indonesia. Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj
menulis dalam sebuah koran nasional bahwa konters ini tidak sesuai
dengan identitas bangsa. Masyarakat pun menjadi tahu bahwa kontes yang
dibalut dengan acara lomba bakiyak itu merupakan bisnis kotor. ‘Itu
hanya upaya kotor para pebisnis agar dagangannya bisa laku, bisa laris.
Maka dipakailah perempuan-perempuan cantik. Bahkan mereka juga suka
memperdagangkan perempuan’, ujar Ketua Dewan Pakar PP Aisyiyah Nurdiati
Akma. Bukan hanya itu, masyarakat menjadi paham bahwa hakikatnya ajang
Miss World ini bertentangan dengan HAM. Komisioner Komnas HAM, Manager
Nasution menegaskan: ‘Kontes Miss World bertentangan dengan HAM’. Hal
senada disampaikan Mantan Komisioner Komnas HAM, Saharuddin Daming.
Beliau menyatakan, ‘Yang namanya HAM harus meningkatkan derajat
manusia. Tapi ini, justru menghinakan harkat dan martabat perempuan.
Karenanya, ajang Miss World wajib dilarang.’ Dengan bicara, masyarakat
yang sebelumnya tidak mengerti menjadi tahu bahwa pelaksanaan Miss
World merupakan pelecehan terhadap para ulama. ‘Miss World jalan terus
di tengah penentangan para ulama merupakan pelecehan terhadap para
ulama,’ tegas Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi.
Selain itu,
dengan bicara, rakyat tercerahkan bahwa acara ini merupakan contoh buruk
bagi negeri Muslim lainnya. Dari 129 peserta, yang berasal dari negeri
Muslim hanya 7 saja. Ketika Indonesia yang merupakan negeri Muslim
terbesar ini menyelenggarakan Miss World maka akan menjadi dalih bagi
negeri Muslim lain untuk mengikutinya. Padahal, Miss World Organization
pemiliknya orang kafir. Penyelenggara di Indonesia pun orang kafir.
Bahkan, peserta dari Indonesia pun nonMuslim. Namun, suara yang
menggema di dunia atas nama negeri Muslim terbesar, Indonesia.
Jelaslah, dengan bicara, masyarakat menjadi paham. Dengan bicara, opini
tentang Islam menjadi terbentuk. Dengan bicara, kemungkaran dilawan.
Dengan bicara, kebenaran dapat diungkapkan. Dengan bicara, rakyat
terdorong untuk menentang kemaksiatan. Jadi, bicaralah![] hti press/
syindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar